Sebuah blog pembelajaran

Sabtu, Desember 13, 2008

Pembelajaran Matematika Inovatif

BAB I

PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Salah satu tujuan pembelajaran matematika dalam Standar Isi Mata Pelajaran Matematika (Permendiknas No. 2 tahun 2006) adalah melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukkan kesamaan, perbedaan, konsisten dan inkonsisten. Terbentuknya kemampuan bernalar pada diri siswa tersebut tercermin melalui kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerja sama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.

Hasil studi menyebutkan bahwa meski adanya peningkatan mutu pendiidkan yang cukup menggembirakan, namun pembelajaran dan pemahaman siswa SMP pada beberapa materi pelajaran termasuk matematika menunjukkan hasil yang kurang memuaskan. Pembelajaran di SMP cenderung text book oriented dan kurnag terkait dengan kehidupan sehari-hari siswa. Pembelajaran konsep cenderung abstrak dan dengan metode ceramah sehingga konsep-konsep kurang bias atau sulit dipahami. Sementara itu kebanyakan guru dalam mengajar masih kurang memperhatikan kemampuan berpikir siswa, atau dengan kata lain tidak melakukan pembelajaran bermakna, metode yang digunakan kurang bervariasi, dan sebagainya. Akibatnya motivasi belajar siswa menjadi sulit ditumbuhkan dan pola belajar cenderung menghapal dan mekanistis (Direktorat PLP, 2000).

Mencermati hal tersebut, sudah saatnya untuk diadakan pembaharuan, inovasi ataupun gerakan perubahan mind set kearah pencapaian tujuan pendidikan. Pembelajaran matematika hendaknya lebih bervariasi baik metode maupun strateginya guna mengoptimalkan potensi siswa. Upaya-upaya guru dalam mengatur dan memberdayakan berbagai variabel pembelajaran, merupakan bagian penting dalam keberhasilan siswa mencapai tujuan yang direncanakan. Karena itu, pemilihan metode, strategi dan pendekatan dalam mendesain model pembelajaran guna mencapai iklim PAKEM (Pembelajaran Aktif Kreatif Menyenangkan) adalah tuntutan yang mesti diupayakan untuk dipenuhu oleh para guru.

Saat ini pembelajaran inovatif yang akan mampu membawa perubahan belajar siswa telah menjadi barang wajib bagi guru. Pembelajaran ,odel lama telah using karena dipandang hanya berkutat pada metode ceramah. Siswa sangat tidak nyaman dengan metode ceramah. Sebaliknya siswa akan nyaman dengan pembelajaran yang sesuai dengan pribadi dan potendi siswa saat ini.

Ada berbagai model pembelajaran yang dapat digunakan untuk membelajarkan siswa sesuai dengan cara dan gaya belajar mereka agar tujuan pembelajaran dapat dicapai dengan optimal. Dalam praktiknya guru harus ingat bahwa tidak ada model pembelajaran yang paling tepat untuk segala situasi dan kondisi. Oleh karena itu, dalam memilih lodel pembelajaran yang tepat haruslah memperhatikan kondisi sisiwa, sifat materi bahan ajar, fasilitas media yang tersedia, dan kondisi guru itu sendiri.

B. Media Pembelajaran Menggunakan VTR (Video Tape Recorder)

Dalam proses belajar mengajar guru mempunyai tugas untuk memilih model pembelajaran berikut media yang tepat sesuai dengan materi yang disampaikan demi tercapainya tujuan pembelajaran. Selain itu pemilihan media yang tepat juga sangat berperan dalam pembelajaran. Selama ini media pembelajarn yang banyak digunakan adalah alat peraga. Tetapi seiring dengan berkembangnya kemajuan teknologi, media pembelajaran dengan alat peraga tersebut kurang menarik perhatian dan minat siswa. Untuk itu diperlukan suatu media pembelajaran yang dapat lebih menarik perhatian dan minat siswa tanpa mengurangi fungsi media pembelajaran secara umum.

Pemilihan media pembelajaran menggunakan Video Tape Recorder (VTR) sebenarnya bukan merupakan hal yang baru. VTR masih tetap digunakan sampai saat ini karena VTR dapat digunakan di berbagai tempat baik di sekolah maupun di rumah, bahkan dapat disiarkan di TV dan internet. Kelebihan lainnya adalah VTR dapat diputar berulang kali sehingga informasi atau pengetahuan dapat dipahami secara lebih baik.


BAB II

TEORI BELAJAR MATEMATIKA INOVATIF

  1. Teori Belajar Matematika

    Menurut J. Bruner dalam Hidayat (2004:8) belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru di luar informasi yang diberikan kepada dirinya. Pengetahuan perlu dipelajari dalam tahap-tahap tertentu agar pengetahuan itu dapat diinternalisasi dalam pikiran (struktur kogniotif) manusia yang mempelajarinya. Proses internalisasi akan terjadi secara sunguh-sungguh yang berarti proses belajar mengajar terjadi secara optimal jika pengetahuan itu dipelajari dalam tahap-tahap sebagai berikut:

  2. Tahap Enaktif

    Suatu tahap pembelajaran dimana pengetahuan dipelajari secra aktif dengan menggunakan benda-benda atau situasi yang nyata.

  3. Tahap Ikonik

    Suatu tahap pembelajaran dimana pengetahuan dipresentasikan (diwujudkan) dalam bentuk bayangan visual (visual imagery), gambar atau diagram yang menggambarkan kegiatan kongkrit atau situasi kongkrit yang terdapat pada taha enaktif.

  4. Tahap Simbolik

    Suatu tahap pembelajaran dimana pengetahuan itu dipresentasikan dalam bentuk symbol-simbol abstrak, baik symbol-simbol verbal (misalkan huruf-huruf, kata-kata atau kalimat), lambang-lambang matematika maupun lambing-lambang abstrak lainnya (Hidayat, 2004:9).

    Suatu proses belajar akan berlangsung secara optimal jika pembelajaran diawali dengan tahap enaktif, dan jika tahap belajar yang pertama ini dirasa cukup, siswa beralih ke tahap belajar yang kedua, yaitu tahap belajar dengan menggunakan modus presentasi ikonik. Selanjutnya kegiatan belajar dilanjutkan pada tahap ketiga yaitu tahap belajar dengan menggunakan modus presentasi simbolik.

  5. Aspek-aspek Pembelajaran Matematika Inovatif

    Berikut ini akan disajikan tabel yang berisi aspek-aspek dalam suatu proses pembelajaran serta ciri-cirinya dalam pembelajaran tradisional dan pembelajaran inovatif.

Aspek-aspek

Pembelajaran Tradisional

Pembelajaran Inovatif

Siswa

  • Sebagai obyek
  • Belajar secara pasif
  • Tidak punya inisiatif belajar sendiri
  • Tidak kreatif
  • Sebagai subyek
  • Belajar secara aktif
  • Penuh inisiatif


  • Kreatif

Guru

  • Guru melakukan pengajaran
  • Berperan sebagai pentransfer pengetahuan.
  • Sebagai pemberi perintah.
  • Merasa puas dengan ilmu yang dimilikinya
  • Guru melakukan pembelajaran
  • Berperan sebagai agen pembelajaran yang membantu membangun pengetahuan siswa.
  • Sebagai pelayan dalam kegiatan belajar.
  • Merasa selalu kurang dengan ilmunya
  • Memiliki rasa antusias yang tinggi terhadap temuan-temuan (metode belajar) baru dalam dunia pendidikan
  • Tidak malas mencoba variasi metode belajar yang baru
  • Tidak malu untuk mempelajari ilmu dan informasi mutakhir yang ada

Metode Belajar

  • Metode tidak variatif cenderung monoton (ceramah)
  • Pembelajaran secara klasikal
  • Lebih banyak teori
  • Metode belajar sangat variatif (CTL, PBL, dll)
  • Pembelajaran secara individual
  • Lebih banyak praktik

LKS

  • Hanya berupa kumpulan soal latihan
  • Merupakan alat yang efektif untuk mempermudah pencapaian tujuan pembelajaran

Alat Peraga

  • Masih sederhana baik bentuk, bahan, maupun fungsinya
  • Tidak variatif
  • Memiliki fungsi yang mampu mendeskripsikan hal-hal yang kompleks
  • Sangat variatif

Penilaian

  • Berorientasi pada hasil
  • Mengutamakan aspek kognitif (berupa angka/skor)
  • Berorientasi pada proses
  • Mengutamakan semua aspek (kognitif, apektif, dan psikomotor).
  • Contoh: penilaian kinerja kelompok

Silabus

  • Ditentukan oleh pemerintah
  • Guru tidak diberi keleluasaan untuk mengembangkan silabus
  • Ditentukan secara terbatas oleh pemerintah (SK, dan KD)
  • Indikator dalam silabus dikembangkan oleh guru sesuai situasi, kondisi, dan potensi sekolah/daerah

RPP

  • Berisi langkah-langkah yang akan dilakukan oleh guru
  • Berisi langkah-langkah yang akan dilakukan oleh siswa

Sumber Belajar

  • Guru sebagai nara sumber tunggal yang mutlak kebenarannya
  • Multimedia, terdiri dari media audio, visual, dan audio visual. Contoh: tape recorder, televisi, komputer.
    • (Guru sebagai penstimulus dan pengarah dalam kegiatan belajar)

ICT

  • Penggunaannya terbatas hanya untuk membantu kegiatan mengetik dan berkomunikasi.
    • Contoh: mesin tik, komputer dengan OS DOS, dan pesawat telepon.
    • Dunia belum merupakan satu kesatuan informasi dan komunikasi
  • Penggunaan secara luas untuk mencari dan menggali informasi, maupun ilmu pengetahuan yang mutakhir.



  • Globalisasi informasi dan komunikasi.

Tempat Belajar

  • Ruang kelas
  • Multi tempat:
    • Kelas
    • Rumah
    • Perpustakaan
    • Lab multimedia
    • Warnet
    • Di luar lingkungan sekolah (out bond)


Beberapa model/pendekatan dalam pembelajaran matematika yang sesuai dengan cirri-ciri pembelajaran inovatif adalah:

  1. Pendekatan Kontekstual
  2. Pendekatan Kooperatif
  3. Pembelajaran Berbasis Permasalahan (Problem Based Learning)
  4. Pendekatan Open-Ended
  5. Pendekatan Matematika Realistik
  6. Pendekatan Keterampilan Proses
  7. Pendekatan Pemecahan Masalah
  8. Pendekatan Analogi
  9. Pendekatan Berbasis Kontruktivisme
  10. Pendekatan Pengajuan Masalah (Problem Posing)
  11. Dan sebagainya.


    BAB III

    REFLEKSI PEMBELAJARAN MATEMATIKA MENGGUNAKAN VTR

    Deskripsi VTR 1, VTR 2, dan VTR 3

    VTR 1. Devide.wmv

    Judul : Pembagian

    Jenjang : SD (Sekolah Dasar)

    Setting Tempat : Ruang Kelas

    Aktor : Ibu Guru

    Isi VTR : Seorang guru wanita sedang menerangkan cara menyelesaikan soal pembagian dengan 3 cara, sebagai berikut:


    VTR 2: (do you believe me.wmv)

    Judul : Do You Believe Me (Percayakah Kau Padaku?)

    Jenjang : SD (Sekolah Dasar)

    Setting Tempat : Panggung (show stage)

    Aktor : Siswa SD

    Isi VTR :

    Seorang siswa laki-laki sedang merefleksikan isi hatinya berupa pertanyaan "do you believe me?", seolah-olah ia mempertanyakan kepercayaan orang lain (teman-teman dan guru yang menontonnya).

    Anak tersebut mengomentari respon yang diberikan penonton atas pertanyaanya dengan mengatakan bahwa ia dapat melakukan apapun yang dia mau karena ia mempunyai tangan, kaki, mata, hidung, telinga dan sebagainya yang telah ia punyai sejak lahir sebagai anugerah dari Tuhan. Dengan demikian ia tak perlu merasa ragu dan malu karena semua orang mempunyai kekurangan dan kelebihan.

    Meskipun demikian ia mengakui bahwa setiap manusia membutuhkan suatu interaksi dengan orang lain untuk mencapai tujuan dalam hidupnya. Misalnya, seorang siswa memerlukan bantuan berupa bimbingan dan arahan seorang guru untuk dapat mempelajari sesuatu, meskipun siswa tersebut dapat belajar dari berbagai sumber lain, akan tetapi guru adalah sosok dan mitra belajar terbaik bagi seorang siswa.

    Pada bagian akhir si anak tersebut menyatakan bahwa ia tak dapat melakukan apapun tanpa bimbingan guru dan teman-temannya. Kemudian ia mengucapkan rasa terima kasihnya yang tulus kepada guru dan teman-temannya atas kerja sama yang telah terjadi di antara mereka.


    VTR 3: (vid_math Jepang.wmv)

    Judul : The Area of Plane Figures

    Jenjang : SD (Sekolah Dasar)

    Setting Tempat : Ruang Kelas

    Aktor : Siswa SD dan guru (Kazuya Saito)

    Isi VTR :

  • Guru mengajukan masalah sebagai berikut:

    Dapatkah kamu menemukan luas daerah pada gambar berikut?

    Terpikirkah olehmu bagaimana gambar tersebut dibuat?

  • Siswa mulai melakukan refleksi berdasarkan pengetahuan dan pengalaman sebelumnya. Siswa merancang dengan menguraikan gambar ke dalam bentuk persegi, persegi panjang, segitiga, jajargenjang atau trapezium, sebagai upaya-upaya untuk menemukan luas daerah pada gambar.
  • Siswa menyadari bahwa mereka mulai belajar enemukan cara mencari luas segitiga. Siswa mendiskusikan bagaimana carfa menguraikan gambar, kemudian mereka memisahkan gambar dalam tiga bagian sebagai berikut:

    1. gambar dapat diuraikan menjadi beberapa segitiga dan sebuag persegi,

    2. gambar dapat diuraikan menjadi beberapa segitiga,

    3. gambar dapat diuraikan menjadi segitiga, jajargenjang atau trapesium.

  • Siswa menemukan cara menentukan luas dari segitiga sebarang(tidak sama kaki).

    Siswa mencoba menemukan luas segi empat menggunakan rumus luas segitiga.

    Siswa akan mementukan luas segi empat yang ditanyakan.

  • Siswa menggunakan jajargenjang untuk menemukan luasdua segiutiga kongruen dari segitiga-segitiga tersebut dangan garis diagonal-diagonal, kemudian siswa mencari pemecahan masalahnya.
  • Siswa mencoba menemukan luas jajargenjang.
  • Guru mendorong siswa untuk mempertimbangkan cara mencari luas dari luas belah ketupat dan trapesium.
  1. Pembelajaran Matematika Menggunakan VTR dan Kenyataan di Lapangan

Jika kita buat perbandingan dari ketiga video yang telah ditayangkan dengan kenyataan KBM (Kegiatan Belajar Mengajar) di lapangan, hasilnya adalah seperti pada tabel berikut :

Pembelajaran dalam VTR

Kenyataan di lapangan

  • Pada VTR 1, menampilkan guru yang inovatif dengan berbagai cara menarik dapat memberikan cara lain untuk menemukan hasil pembagian suatu bilangan.
  • Kekreatifan guru tersebut menghasilkan tambahan penghasilan berupa buku yang ditulisnya.
  • Guru malas melakukan inovasi atau mencari cara lain dalam menyelesaikan suatu permasalahan, cenderung fanatik dengan ilmu yang telah dikuasainya.


  • Guru yang malas dan mandeg tidak mau berinovasi mengakibatkan tidak bertambahnya penghasilan.
  • Pada VTR 2, siswa berani tampil tanpa malu-malu untuk mengemukakan ide dan gagasannya di hadapan orang banyak.
  • Siswa tidak mudah patah semangat meski mungkin tanggapan penonton kurang baik.
  • Kebanyakan siswa pemalu, malu mengemukakan pendapat dan malu tampil di muka umum.
  • Siswa mudah menyerah dan down mentalnya saat tampil di muka umum.
  • Pada VTR 3, peran guru tidak dominan, hanya berperan sebagai pengarah dan pembimbing.
  • Siswa aktif dalam kelompoknya masing-masing berusaha menemukan pemecahan masalah yang dihadapinya.
  • Alternatif pemecahan masalah yang dihasilkan beragam (open-ended).
  • Guru berperan sangat dominan sebagai sumber informasi dan pengetahuan.


  • Siswa pasif menunggu jawaban dari gurunya.


  • Pemecahan masalah tidak bervariasi karena hanya berasal dari guru.

BAB IV

KESIMPULAN

Selama ini pembelajaran di kelas-kelas di Indonesia masih berpusat pada guru. Guru-guru di sekolah kebanyakan merasa cukup dengan ilmu yang telah dimilikinya sehingga ia tidak merasa perlu untuk menambah ilmu pengetahuan baik dari guru di sekolahnya maupun guru dari daerah lain yang berbeda kondisi dengan daerahnya. Di sisi lain guru tersebut juga tidak mau kegiatan mengajarnya diketahui atau ditonton oleh orang lain. Kenyataan ini membuat guru tak pernah mengupdate ilmunya.

Sebagai akibatnya tentu para siswa yang sangat dirugikan. Siswa tidak mendapatkan pelayanan yang maksimal dalam kegiatan pembelajaran dari para gurunya. Mereka disuguhi cara mengajar yang monoton dari hari ke hari sehingga membuat segala potensi siswa tak tergali, malah makin tenggelam ke dalam wawasan sempit guru-gurunya.

Seharusnya setiap aktivitas pembelajaran di suatu sekolah atau daerah perlu disosialisasikan ke daerah lain agar lebih banyak guru yang dapat mengambil pelajaran berharga darinya. Salah satu caranya adalah dengan melakukan pembelajaran menggunakan VTR.

VTR (Video Tape Recorder) merupakan salah satu model pembelajaran dapat meningkatkan kemampuan guru. Pembelajaran matematika melalui VTR memerlukan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran), LKS (Lembar Kerja Siswa), kompetensi guru, kesiapan siswa, sarana dan prasarana pendidikan, metode pembelajaran, alokasi waktu, jumlah siswa, serta biaya. Dengan demikian guru dituntut untuk berimprovisasi menggunakan kompetensi baik dalam melakukan pembelajaran maupun dalam menyampaikan materi pembelajaran. Artinya guru harus mampu mempersiapkan rancangan kegiatan pembelajaran berupa RPP dan mampu membuat LKS yang sesuai.

Akan tetapi, penggunaan VTR sebagai model pembelajaran menemui kendala dan keterbatasan sebagai berikut: siswa yang tidak siap mengungkapkan ide, membutuhkan alokasi waktu yang lama, keterbatasan fasilitas pembelajaran (misalkan: ruang multi media yang dilengkapi dengan computer, TV, slide proyektor, dll), dan jumlah siswa di kelas yang terlalu banyak sekitar lebih dari 40 siswa per kelas.

Tentu saja kendala-kendala tersebut tidak boleh dijadikan alasan untuk tetap menggunakan paradigma pembelajaran tradisional. Harapan kita agar terjalinnya dukungan dari berbagai pihak baik guru, orang tua murid, masyarakat, dan terutama pemerintah dalam mengatasi kendala-kendala yang ada.

REFERENSI

BSNP. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendikan. Jakarta: BSNP.

CREAR, 2000, VTR of Lesson Study: Teacher: SAITO, Kazuya; School: Ookayama Elementary School, Yokohama City, Unit: The area of plane figures. Nichibun: Direct Network.

Hidayat. 2004. Diktat Kuliah Teori Pembelajaran Matematika. Semarang: FMIPA UNES.

Marsigit. 2006. Promoting Lesson Study as One of the Ways for Mathematics Teacher Professional Development in Indonesia: The Reflection on Japanese Good Practise of Mathematics Teaching Through VTR. Tsukuba: Tsukuba Journal of Educational Study in Mathematics, Vol.25.

You Tube. 2008. Divide.wmv.

____________ . Do you believe me.wmv.


Kelompok 3:
Dede Sudjadi, S.Pd.
Euis Kurniawati, S.Pd.
Imam Santoso, S.Pd.
Iwan Sumantri, S.Pd.
Sukandar, S.Pd.
Share:

2 komentar:

Dr. Marsigit, M.A mengatakan...

Deskripsi yang cermat dan bagus. Semoga semua dalam kesehatan. Termasuk Ibu Euis. Amien (Dosen: Dr. Marsigit)

Euis Kurniawati mengatakan...

Komentar Bapak membuat kami semua merasa bahwa usaha yang telah kami lakukan dihargai dan diperhatikan oleh Bapak. Terima kasih atas doanya, amiin. Semoga Bapak juga senantiasa diberi kesehatan oleh Allah SWT agar dapat terus berkarya, menyebarkan ide-ide yang mencerahkan bagi guru-guru matematika, mahasiswa, dan dunia pendidikan pada umumnya.

Translate

Twitter