Sebuah blog pembelajaran

*

The conversion rate of information into knowledge grows in proportion to the involvement of the learner.

**

The Importance of Communication in E-Learning course

***

How Digital Learning Technology will Change in The Next Decades

****

Learning technology in teaching. High Tech Science or Good Craft?

*****

Learning Culture

******

5 Fiture Trends of Learning and Development

Rabu, Agustus 28, 2013

Guru Gaptek, Guru Gak Gaul

Judul tulisan ini bukan bermaksud menghina para guru, namun sebagai pelecut agar guru mau gaul dalam arti menguasai pengoperasian komputer dan cara mengakses internet meskipun tidak sampai mahir. Saya pun bukan ahli komputer maupun internet, namun sekedar mencari literatur dan media pembelajaran interaktif yang begitu melimpah ruahnya di internet, bolehlah.
Selama belasan tahun menjadi guru dan bergaul dengan teman-teman di tempat kerja maupun dalam kegiatan MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran) sering terlontar komentar dari teman-teman bahwa mereka belum mampu mengoperasikan komputer apalagi nge-net (maksudnya main internet, mengakses internet). Bahkan lebih parah lagi, ada yang mengaku mendadak berkeringat dingin dan grogi kalau harus nge-net. Bagaimana kalau salah klik dan nyelonong ke tempat-tempat serem.
Perkenalan saya dan internet bermula sekitar tahun 2003, belum terlalu lama memang. Saya suka ngoprek handphone, maksudnya bukan dibongkar seperti teknisi namun mencoba-coba mengubah setting ini itu dengan panduan dari tabloid handphone yang itupun tidak sengaja saya baca. Pada waktu itu jaringan GPRS belum mengcover daerah saya. Sudah saya oprek bolak-balik tetap gak konek-konek. Lha jalannya belum ada gitu. Lalu tanpa sengaja di akhir tahun 2003 saya melihat di layar handphone ada tanda GPRS (simbolnya saya lupa kaena hp jadul), langsung deh saya ngacir ngebut (pakai bemo tua kalau ukuran jaman sekarang) browsing internet untuk pertama kalinya. Awalnya nyari lagu-lagu dan gambar-gambar lucu buat putriku.
Mulai deh teman-teman di sekolah mengetahui bahwa saya bisa nyetting hp buat internetan. Saya mulai kebanjiran order nyetting berbagai merk hp yang untuk ukuran waktu itu lumayan canggih. Bukan cuma nyetiting tapi juga permintaan instal aplikasi Symbian yang kalau di counter hp lumayan harganya. Sampai-sampai teman-teman menyarankan saya buka counter atau toko komputer. Hahaha…..bukannya gak minat tapi gak punya modal yang cukup. Lagipula saya melakukannya untuk hoby dan sekedar selingan saja.
Era jejaring sosial mulai menjadi lifestyle bukan hanya bagi remaja tapi juga orang dewasa. Makin lama kemajuan dunia IT makin cepat bahkan konon dalam hitungan detik selalu lahir inovasi-inovasi dalm bidang IT yang berdampak langsung terhadap kemajuan dunia pendidikan khususnya matematika. Wah….kali ini saya harus bilang WOW. Lahirlah era diklat online, hehe….maaf meloncat terlalu jauh. Tentu perkenalan saya dengan komputer dan internetnya cukup menjadi modal untuk mengikuti diklat online. Diklat online GeoGebra yang diselenggarakan oleh PPPPTK Matematika merupakan pengalaman pertama saya, dan yang kedua (semoga ada yang ketiga dan seterusnya) diklat online pola 15 hari yang akan berakhir beberapa hari lagi.
Jangan tanya seru tidaknya. Seruuuuuuuu banget. Meskipun materi, forum diskusi, dan tugas berjibun banyaknya, tetap saja situs E-training PPPTK Matematika tidak pernah sepi. Teman-teman peserta luar biasa semangatnya. Wah…pokoknya kagak ade matinye kalau kata orang Betawi sih. Sayang sekali kondisi kesehatan saya kurang baik jadi tidak dapat mengikuti semua kegiatan serajin teman-teman saya lainnya.
Beberapa materi pernah saya baca di internet namun banyak yang baru saya ketahui. Materi dalam diklat khususnya pada sesi pemanfaatan internet bagi pembelajaran matematika diantaranya, penyimpanan file online seperti di Dropbox, pencarian referensi online, pembuatan video pembelajaran menggunakan screencast (CamStudio, Screencast-O-matic, dsb), cara mengunggah video di Youtube, cara mengkonversi video ke format lain (misal 3GP) agar dapat dioperasikan di handphone (yang ini saya sudah biasa sih). Dan masih buanyaaak lagi. ^_^
Nah, sekarang kegemaran saya pada komputer dan internet lebih terarahkan dengan baik dan tentunya lebih bermanfaat. Karena dari diklat online yang saya ikuti banyak sekali materi pembuatan media pembelajaran interaktif yang bisa diunggah di Youtube maupun tempat penyimpanan file online yang dapat diunduh oleh siswa-siswa saya. jadi muridnya semakin pintar karena gurunya rajin belajar di diklat online. Kalau kebanyakan siswa  ingin disebut sebagai anak gaul, gurunya pun mestinya tidak kalah gaul. Gaul yang positif tentunya dengan nge-net di diklat online. Jadi guru gaptek (gagap teknologi) harus banyak gaul dengan diklat online deh kayaknya, haha…

Edited from my Kompasiana
Share:

Selasa, Agustus 27, 2013

Ibu Noname Inspiratorku

Perawakannya kecil ramping, usianya sekitar 40 tahun. Sorot matanya menyiratkan ketegasan dan sekaligus kepedihan dalam hidupnya. Itulah kesan pertama yang dapat kutangkap dari penampilan ibu kost, sebut saja namanya Ibu Noname. Beliau seorang guru IPA di sebuah SMP di kabupaten Subang.

Sejak saya diterima di SMA terpavorit di Subang yang berjarak sekitar 35 km dari tempat tinggalku, sejak itu pula saya harus kost kalau tidak mau terlambat masuk sekolah dan harus menerima kenyataan jika Satpam di pintu gerbang – dengan suka cita – tidak memperbolehkan masuk dan menyuruh siswa yang terlambat untuk pulang kembali.

Saat saya duduk di kelas 1 SMA (sekarang disebut kelas X) dua kali pindah kost dan di kelas 2 saya pindah lagi ke tempat kost milik ibu Noname. Dari infromasi lebih tepatnya kasak-kusuk beberapa teman yang lebih dulu ngekost saya mengetahui bahwa ibu Noname memiliki dua orang anak laki-laki, sedangkan suaminya (sebut saja Bapak Noname) memiliki seorang istri lagi selain ibu Noname. Jadi ibu Noname merupakan istri pertama dari Bapak Noname.

Semakin lama saya tinggal di tempat kost semakin mengenal pribadi ibu Noname. Menurut pengamatan saya yang masih remaja pada waktu itu beliau adalah orang yang rajin dan pandai mengurus urusan rumah tangga namun agak sedikit bawel yang saya pikir wajar karena kebanyakan ibu-ibu yang saya kenal juga cukup bawel. Hubungan kami cukup akrab dan kami mempunyai kegemaran yang sama yaitu nonton acara televisi “Friday the 13th”. Jika acara tersebut akan diputar beliau selalu berteriak memanggil saya dari balik dinding kamar yang berbatasan langsung dengan ruang keluarga. Beliau banyak bercerita mengenai putranya yang calon dokter dan putra bungsunya yang waktu itu masih sekolah di SMP, juga sekali-kali membicarakan suaminya yang lebih sering berada di tempat istri mudanya.

Suatu hari ketika saya, teman sekamar saya, dan ibu Noname berbincang-bincang di halaman rumah, beliau memberi nasihat kepada kami.
“Kalian sedikit banyak sudah tahu seperti apa kehidupan rumah tangga Ibu. Sulit rasanya untuk melanjutkan hidup saat suami berpaling ke perempuan lain.”
“Oh…eh… Iya Bu. Tapi saya perhatikan Ibu sangat tabah menjalaninya. Bahkan menurut saya ibu sangat berhasil sebagai ibu rumah tangga dan juga sebagai guru”, saya mencoba mengutarakan pendapat saya terhadap beliau.
“Itu tak lain karena ibu seorang guru, orang yang seharusnya digugu dan ditiru. Ingatan akan hal tersebut yang menguatkan ibu untuk bertahan dan menunjukkan pada suami dan istri mudanya bahwa ibu tak kan semudah itu jatuh tenggelam dalam kesedihan dan kekecewaan.”
Saya dan teman sekamar saya hanya terdiam meresapi kata-kata beliau.
“Kalian harus tahu bahwa seorang perempuan harus punya pendidikan yang tinggi dan pekerjaan sendiri, agar saat menghadapi kenyataan hidup yang tidak terbayangkan, contohnya kehidupan rumah tangga ibu, kalian bisa mandiri dan tidak bergantung sepenuhnya pada suami. Karena kalian tidak pernah tahu masa depan seperti apa yang akan kalian hadapi, karena itu teruslah belajar dengan tekun dan semangat. Raihlah cita-cita kalian, apapun itu. Jadilah perempuan yang kuat dan pantang menyerah.”

Pada saat itu kami berdua manggut-manggut tanpa mengerti sepenuhnya terhadap nasihat yang beliau sampaikan. Namun saya memahami nasihat beliau agar saya rajin belajar dan kesadaran saya yang tergugah agar menjadi perempuan yang mandiri dan kuat.

Kedua hal tersebut yang menjadi bekal sepanjang perjalanan menuntut ilmu dan ketika beberapa teman perempuan sejawat saya mengalami goncangan dalam rumah tangganya saya selalu teringat nasihat tersebut namun dengan penafsiran yang baru. Bukan pekerjaan atau gelar yang membuat mereka kuat menghadapi kerikil-kerikil tajam dalam hidup berumahtangga, namun pola pikir dan interaksi dengan teman atau sahabat di tempat kerja membuat mereka lebih terbuka dan menggugah keinginan untuk berbagi dan mencari solusi yang baik bagi permasalahan yang dihadapi.

Kini ibu Noname telah pergi menghadap Rabb pemilik jiwa raganya, namun nama beliau dan nasihat beliau akan selalu saya kenang. Selamat jalan ibu Noname, ibu kostku ……. inspiratorku.

Edited from my Kompasiana
Share:

Translate

Twitter