Sebuah blog pembelajaran

Selasa, Agustus 27, 2013

Ibu Noname Inspiratorku

Perawakannya kecil ramping, usianya sekitar 40 tahun. Sorot matanya menyiratkan ketegasan dan sekaligus kepedihan dalam hidupnya. Itulah kesan pertama yang dapat kutangkap dari penampilan ibu kost, sebut saja namanya Ibu Noname. Beliau seorang guru IPA di sebuah SMP di kabupaten Subang.

Sejak saya diterima di SMA terpavorit di Subang yang berjarak sekitar 35 km dari tempat tinggalku, sejak itu pula saya harus kost kalau tidak mau terlambat masuk sekolah dan harus menerima kenyataan jika Satpam di pintu gerbang – dengan suka cita – tidak memperbolehkan masuk dan menyuruh siswa yang terlambat untuk pulang kembali.

Saat saya duduk di kelas 1 SMA (sekarang disebut kelas X) dua kali pindah kost dan di kelas 2 saya pindah lagi ke tempat kost milik ibu Noname. Dari infromasi lebih tepatnya kasak-kusuk beberapa teman yang lebih dulu ngekost saya mengetahui bahwa ibu Noname memiliki dua orang anak laki-laki, sedangkan suaminya (sebut saja Bapak Noname) memiliki seorang istri lagi selain ibu Noname. Jadi ibu Noname merupakan istri pertama dari Bapak Noname.

Semakin lama saya tinggal di tempat kost semakin mengenal pribadi ibu Noname. Menurut pengamatan saya yang masih remaja pada waktu itu beliau adalah orang yang rajin dan pandai mengurus urusan rumah tangga namun agak sedikit bawel yang saya pikir wajar karena kebanyakan ibu-ibu yang saya kenal juga cukup bawel. Hubungan kami cukup akrab dan kami mempunyai kegemaran yang sama yaitu nonton acara televisi “Friday the 13th”. Jika acara tersebut akan diputar beliau selalu berteriak memanggil saya dari balik dinding kamar yang berbatasan langsung dengan ruang keluarga. Beliau banyak bercerita mengenai putranya yang calon dokter dan putra bungsunya yang waktu itu masih sekolah di SMP, juga sekali-kali membicarakan suaminya yang lebih sering berada di tempat istri mudanya.

Suatu hari ketika saya, teman sekamar saya, dan ibu Noname berbincang-bincang di halaman rumah, beliau memberi nasihat kepada kami.
“Kalian sedikit banyak sudah tahu seperti apa kehidupan rumah tangga Ibu. Sulit rasanya untuk melanjutkan hidup saat suami berpaling ke perempuan lain.”
“Oh…eh… Iya Bu. Tapi saya perhatikan Ibu sangat tabah menjalaninya. Bahkan menurut saya ibu sangat berhasil sebagai ibu rumah tangga dan juga sebagai guru”, saya mencoba mengutarakan pendapat saya terhadap beliau.
“Itu tak lain karena ibu seorang guru, orang yang seharusnya digugu dan ditiru. Ingatan akan hal tersebut yang menguatkan ibu untuk bertahan dan menunjukkan pada suami dan istri mudanya bahwa ibu tak kan semudah itu jatuh tenggelam dalam kesedihan dan kekecewaan.”
Saya dan teman sekamar saya hanya terdiam meresapi kata-kata beliau.
“Kalian harus tahu bahwa seorang perempuan harus punya pendidikan yang tinggi dan pekerjaan sendiri, agar saat menghadapi kenyataan hidup yang tidak terbayangkan, contohnya kehidupan rumah tangga ibu, kalian bisa mandiri dan tidak bergantung sepenuhnya pada suami. Karena kalian tidak pernah tahu masa depan seperti apa yang akan kalian hadapi, karena itu teruslah belajar dengan tekun dan semangat. Raihlah cita-cita kalian, apapun itu. Jadilah perempuan yang kuat dan pantang menyerah.”

Pada saat itu kami berdua manggut-manggut tanpa mengerti sepenuhnya terhadap nasihat yang beliau sampaikan. Namun saya memahami nasihat beliau agar saya rajin belajar dan kesadaran saya yang tergugah agar menjadi perempuan yang mandiri dan kuat.

Kedua hal tersebut yang menjadi bekal sepanjang perjalanan menuntut ilmu dan ketika beberapa teman perempuan sejawat saya mengalami goncangan dalam rumah tangganya saya selalu teringat nasihat tersebut namun dengan penafsiran yang baru. Bukan pekerjaan atau gelar yang membuat mereka kuat menghadapi kerikil-kerikil tajam dalam hidup berumahtangga, namun pola pikir dan interaksi dengan teman atau sahabat di tempat kerja membuat mereka lebih terbuka dan menggugah keinginan untuk berbagi dan mencari solusi yang baik bagi permasalahan yang dihadapi.

Kini ibu Noname telah pergi menghadap Rabb pemilik jiwa raganya, namun nama beliau dan nasihat beliau akan selalu saya kenang. Selamat jalan ibu Noname, ibu kostku ……. inspiratorku.

Edited from my Kompasiana
Share:

0 komentar:

Translate

Twitter