Sebuah blog pembelajaran

Sabtu, Januari 17, 2009

Refleksi: Elegi Seorang Guru Menggapai Batas

Membaca tulisanmu Bapak, membekukan tanganku, mengaburkan kedua mataku dengan kabut kesedihan. Sehingga perlu waktu yang cukup lama untuk dapat menuliskan komentar ini. Kesedihan yang terlahir dari kesadaran, akulah (kami) yang akan kau tinggalkan itu.

'Elegi Seorang Guru Menggapai Batas' menurutku adalah ilustrasi dan refleksi kegelisahan, kekhawatiran seorang mahaguru (yang saya maksud: gurunya guru) atau Orang Tua Berambut Putih, terhadap muridnya (Guru Menggapai Batas). Tak lain adalah dirimu guruku.

Seperti yang kau definisikan, bahwa dirimu bisa apa dan siapa saja. Dirimu bisa saja adalah bacaanku, referensiku, pertanyaanku, pikiranku, guruku, atau dosenku. Aku bisa melihat wajahmu yang sebenarnya pada akal dan pikiranku. Tempat tinggalmu adalah di batas pikiranku. Usahaku menggapai batas pikiranmu itulah sebenarnya dirimu. Dirimu tidak lain tidak bukan sebenarnya adalah ilmuku.

Baiklah, kau bisa apa dan siapa saja, kini tak begitu penting lagi mempertanyakan dirimu. Bagiku yang terpenting adalah komunikasi transenden itu tetap terjalin, tali temali antara kau, aku, mereka, dan siapa saja yang ingin menggapai 'batas' itu.

Wahai mahaguru, benarlah adanya, keberadaanmu baik kau akui maupun tidak, telah membukakan pintu kesadaran kami akan adanya batas yang membedakan kami atas kualitas diri, Kesatu atau Kedua. Meski awalnya membingungkan, memusingkan sepusing-pusingnya, itu karena kami belum mampu berputar pada poros kami sendiri (Rotasi) untuk bersama-sama berputar mengelilingi 'matahari'(Revolusi). Untunglah, medan gravitasimu (kebijaksanaanmu, bimbinganmu, sekali lagi: kau akui maupun tidak) yang menyelamatkan kami sehingga tidak terlempar ke rimba raya luar angkasa yang pekat hitam kelam.

Alhamdulillah, seiring waktu, kami mulai berputar pada poros masing-masing. Semoga kami tidak salah menilai diri sendiri. Maafkanlah jika ini salah, inilah barangkali salah satu kesombongan kami yang kau khawatirkan itu.

Kekhawatiranmu mahaguru, jikalau kesadaran kami hanyalah euphoria sesaat. Kekhawatiranmu adalah jika semangat perubahan yang kami miliki luntur seiring waktu dan jarak yang kian terentang antara kita. Meski senyatanya tiadalah jarak itu dalam pikiranmu dan pikiran kami. Namun kau pun tak menginginkan kami selalu berada di dekatmu, mengikuti, mengejar bayang-bayangmu. Bukan, bukan itu yang kau inginkan.

Baiklah, kami pahami meski awalnya sulit menerima bahwa dirimu tak menginginkan kami ikuti; kau tahu sejak awal itulah yang kami harapkan. Kami akan merintis jalan kami masing-masing untuk menggapai batas itu. Bukankah pintu-pintu kesadaran itu kini terbuka sudah?

Meski terbayang betapa aral rintang yang menanti sepanjang jalan yang akan kami lewati, namun berbekal senjata: ilmu-naluri-intuisi serta berbekal kompas:doa-ikhlas-iman-takwa, kami akan berjuang sepanjang sisa waktu yang Allah SWT anugerahkan untuk kami. Semoga upaya yang kami tempuh memberi manfaat bagi dunia guru, dunia pendidikan matematika, dunia pembelajaran matematika, dan terutama tentunya dunia anak (siswa).

Ya Allah ridhoilah hijrah kami menembus furqon (pembeda, batas) dari kegelapan menuju terang (... minaddhulumati ilannuur... QS. Al Baqarah: 257).

Wahai Bapak, doakanlah kami agar dapat saling bersinergi satu sama lain sehingga terjalin 'planet besar' kekuatan untuk dimampatkan semampat-mampatnya menjadi black hole dalam dunia pendidikan. Lahaula wala kuwata illa billah...

Semoga perjumpaan dan perpisahan kita semata-mata karena Allah SWT yang akan mendapat naungan Arasy di hari akhirat kelak. Amiin ya robbal 'alamiin.

Allohu 'alam bi showab.

(Jazakumulloh Khoiron Katsiron atas segala pencerahannya, hanya Allah SWT yang berkuasa membalas semua amal sholeh Bapak. Amiin.)

Share:

2 komentar:

Asep Rahmat Saepuloh mengatakan...

Sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak memberi manfaat bagi orang lain dan mau menerima dari orang lain. Saya pikir Bu Euis adalah salah seorang yang termasuk kategori tersebut di atas. Selamat berjuang...
Semoga Allah SWT meridho kepada kita semua.....

Euis Kurniawati mengatakan...

Amiin, amin ya robbal 'alamin, semoga kita semua menjadi manusia yang bermanfaat dan memberi manfaat bagi kemaslahatan ummat.
Sama-sama Pak Asep, selamat berjuang juga.

Translate

Twitter