Sebuah blog pembelajaran

Senin, Mei 18, 2009

Payung Keluargaku


Dua minggu berlalu sejak kepulangan bapak dari rumah sakit. Kepulangan yang kedua kalinya setelah tahun lalu dirawat di rumah sakit yang sama. Kegemarannya pada kopi dan rokok menghantarkannya pada kondisi seperti itu. Kadar gula darah yang tinggi dan paru-paru yang telah keropos dihembus asap rokok.

Mengingatmu kini dari tempat yang jauh dari rumah kita membawa kesedihan dan keharuan yang dalam. Membawaku pada kesadaran betapa aku sangat mencintaimu. Perasaaan yang tak pernah terungkapkan lewat kata-kata dari mulutku padamu. Kesadaran lainnya adalah bahwa betapa selama ini keluarga kita telah terpayungi dengan nyaman olehmu. Oleh kerja keras dan semengat kerjamu sehingga kami dapat hidup layak seperti sekarang. Kau bagaikan payung yang melindungi kami dengan ketegaranmu.

Kini payung itu telah tua. Rangkanya sudah mulai lemah dan goyah, tak sekuat dan setegar dulu. Kain pelapisnya sudah sangat tipis hingga rangkanya yang ringkih tampak dari luar. Tapi kami masih sangat membutuhkanmu untuk menaungi keluarga-keluarga kecil kami. Keluarga yang masih rentan terhadap hujan dan teriknya matahari kehidupan.

Aku hanya bisa menangis dan berdoa dalam hati. Ya Allah berilah kesembuhan, tak ada yang tak mungkin selama Engkau menghendakinya. Berilah aku kesempatan tuk berbakti, dan berilah kesempatan pada ayahku untuk menyaksikan pernikahan anakku, cucu perempuan satu-satunya, menikah nanti. Sebagaimana yang selalu dikatakannya.

Hanya padaMu kami serahkan urusan ini, tiada daya dan upaya kami hanya Engkau penguasa setiap helaan napas dan detak kehidupan manusia.

(Yogyakarta, 13 September 2008)


Update:
Payung itu telah menutup selamanya pada hari Senin, 29 Juni 2009 pukul 15.45 WIB.
Innalillahi wa innailaihi rojiuun...
Share:

0 komentar:

Translate

Twitter