Sebuah blog pembelajaran

Senin, Maret 16, 2009

Umiku Berk(umi)s

Masih berkenaan dengan perubahan fisik yang kualami, ada satu kejadian yang mengharukan. Bulan lalu (Februari 2009), tidak ingat tanggalnya. Waktu itu kami bertiga, aku, suami, dan anakku seperti biasanya bercengkrama di sore hari. Tiba-tiba suamiku memperhatikan wajahku. Waktu itu aku belum tahu kalau ada beberapa lembar kumis yang tumbuh di bawah hidungku.

"Ada apa abi, kok ngelihatin wajah umi kayak gitu. Masih bunder kayak bakpao?" tanyaku sambil tertawa.

"Bukan itu, coba lihat di cermin. Tuh, kayaknya umi kumisan deh."

"Masa sih? Apa iya de?". Tanyaku pada anakku Aghniya.

Aghniya tidak menjawab, malah diam saja. Aku masih sibuk meraba-raba bagian bawah hidungku, tidak menyadari bahwa Aghniya belum menjawab pertanyaanku.

"De, bener nggak umi ada kumisnya?" kali ini kutatap matanya. Oalah... rupanya gadis kecilku yang tomboy menangis. Kedua bola matanya berair. Aku kaget, suamiku juga.

Pelan kupegang kedua pundaknya sambil bertanya, "De, kenapa ditanya sama umi kok malah nangis?".

Air matanya kini mulai mengalir melintasi kedua pipinya yang lembut. "Umi kenapa ada kumisnya?".

Aku bingung tak tahu harus menjawab apa.

"Itu karena pengaruh obat yang umi minum, nggak apa-apa nanti juga hilang kumisnya."

Suamiku membantu menjawab, sementara aku tidak bisa berkata apa-apa. Ada segumpal kesedihan yang tiba-tiba menyumbat mulutku hingga sulit berkata-kata. Mataku juga berair.

Kami terdiam beberapa saat. Untunglah suamiku mengerti dengan suasana yang menyedihkan ini. Ia berinisiatif mengajak Aghniya main game kesukaannya. Beberapa saat kemudian Aghniya sudah ceria kembali.

Malamnya, sesaat sebelum Aghniya tidur. Seperti biasa minta dikeloni. Tiba-tiba Aghniya menatap wajahku. Kali ini tidak bertanya seperti tadi sore.

"Dede mah enggak mau ganti umi, maunya umi Euis saja. Biarin ada kumisnya juga. Dede tetap sayang sama umi."

Subhanalloh.... alangkah indahnya kata-kata yang keluar dari bibir mungil anakku. Rasanya hilang sudah keresahanku yang tadi sore kurasakan. Kupeluk dan kucium keningnya dengan sepenuh cinta.

"Umi juga sayaaaaang banget sama dede. Terimakasih ya sayang."


(Untuk dede Aghniyaku tercinta, insyaAllah besok umi pulang. Kangeeeen!)

Share:

2 komentar:

Ayah mengatakan...

Orang bilang, anak adalah sisa tidur kita para orang tua. Tapi aku tidak ! Anak bukanlah sisa dari tidurku. Tapi anak adalah harapan hidupku kelak di kemudian hari. Anak adalah perwujudan amanah yang diberikan Tuhanku (Alloh SWT) pada kami.
Sepenggal kisah yang ibu tulis, sebenarnya pernah terjadi juga pada aku. Ketika anaku protes atas aturanku dia bahkan sempat mengeluh bapak orangnya galak. Sebagai bapak seharusnya aku tabah menghadapi protes anaku. Tapi aku benar-benar menangis di dalam hatiku. Sudahkah aku menjadi bapak yang bijak bagi anak-anaku ???
Ibu, mungkin Alloh SWT, sedang memberikan ujian bagi Ibu dan percayalah dibalik apa yang ibu alami saat ini pasti ada makna di di balik itu semua.
Empat tahun yang lalu aku juga mengalami cobaan yang menurut aku cukup berat.
Kala itu aku sedang menempuh S2 di semester 1. tapi tiba-tiba leherku ga bisa digunakan untuk menoleh ke kanan dan ke kiri. Aku bak sebuah robot yang berjalan lurus dan kaku. Semula aku cuek dengan penyakitku. Mungkin itu hanya kenger (kaku) aja dan 3 hari biasanya sembuh. Tapi ini tidak. hari demi hari kutunggu sembuhku tapi tak kunjung datang. Sampai akhirnya aku ambruk di tempat tidur. Dan jika bangun... masa Alloh berat sekali punggungku ga bisa diangkat. Dan paling parah lagi aku sampai kesulitan kalau makan karena untuk mengangkat sendok aja aku ga kuat.
Usaha penyebuhanpun aku lakukan dari dipijat sampai terapi di Rumah Sakit. Tapi itu belum segera menyebuhkanku.
Alhamdulilah, 4 bulan berikutnya tanpa aku sadari ternyata leherku bisa normal kembali dan aku bisa nengok kanan dan kiri.
Aku bersyukur kembali aku sekarang telah normal kembali meski aku harus DO dari S2ku. tapi ga mengapa pasti Alloh kan memberi jalan lain buat aku(Bapaknya Avicena dan Dzulfiqar ini).
Ibu beberapa bulan yang lalu tepatnya menjelang hari raya idul fitri sebenarnya penyakitku kambuh lagi. Aku sempat setres... juga Akankah sertifikasiku gagal lagi seperti S2ku2?
Alhamdulillah, aku beruntung sekali aku telah sembuh meski kadang leherku cepet pegal.
Sekarang yang rutin ku lakukan adalah berolahraga dan terapi sendiri. Dan sampai hari ini yang tidak lupa, kemanapun aku pergi aku selalu membawa botol yang berisi minyak oles untuk menghangatkan punggung dan leherku.
Demikian sepenggal ceritaku ini. Mudah-mudahan bisa menjadi suport bagi kesembuhan ibu.

Euis Kurniawati mengatakan...

Memang ya pak, kalau kita lihat dan dengar sekeliling kita sesungguhnya lebih banyak yang penderitaanya melebihi apa yang kita rasakan.
Oleh karena itulah saya berusaha untuk tidak banyak mengeluh, biarlah keluh kesahku hanya dihadapan Allah SWT. Sehingga saya sungkan mau banyak bercerita ke teman-teman (kecuali teman-teman dekat saya saja). Saya pikir toh orang lain juga pasti punya masalahnya sendiri.
Saya juga salut atas kesabaran bapak, ternyata dibalik kekocakannya tersimpan robot (eh bercanda lho he...).
Semoga Allah SWT memberikan ketabahan, kesabaran, kekuatan, dan kesembuhan bagi pak Sairan, saya, dan semua teman yang diam-diam sedang sakit atau keluarganya yang sakit. Amiin...amiin... ya robbal 'alamiin...

Translate

Twitter