Perawakannya
kecil ramping, usianya sekitar 40 tahun. Sorot matanya menyiratkan
ketegasan dan sekaligus kepedihan dalam hidupnya. Itulah kesan pertama
yang dapat kutangkap dari penampilan ibu kost, sebut saja namanya Ibu
Noname. Beliau seorang guru IPA di sebuah SMP di kabupaten Subang.
Sejak
saya diterima di SMA terpavorit di Subang yang berjarak sekitar 35 km
dari tempat tinggalku, sejak itu pula saya harus kost kalau tidak mau
terlambat masuk sekolah dan harus menerima kenyataan jika Satpam di
pintu gerbang – dengan suka cita – tidak memperbolehkan masuk dan
menyuruh siswa yang terlambat untuk pulang kembali.
Saat
saya duduk di kelas 1 SMA (sekarang disebut kelas X) dua kali pindah
kost dan di kelas 2 saya pindah lagi ke tempat kost milik ibu Noname.
Dari infromasi lebih tepatnya kasak-kusuk beberapa teman yang lebih dulu
ngekost saya mengetahui bahwa ibu Noname memiliki dua orang anak
laki-laki, sedangkan suaminya (sebut saja Bapak Noname) memiliki seorang
istri lagi selain ibu Noname. Jadi ibu Noname merupakan istri pertama
dari Bapak Noname.
Semakin
lama saya tinggal di tempat kost semakin mengenal pribadi ibu Noname.
Menurut pengamatan saya yang masih remaja pada waktu itu beliau adalah
orang yang rajin dan pandai mengurus urusan rumah tangga namun agak
sedikit bawel yang saya pikir wajar karena kebanyakan ibu-ibu yang saya
kenal juga cukup bawel. Hubungan kami cukup akrab dan kami mempunyai
kegemaran yang sama yaitu nonton acara televisi “Friday the 13th”.
Jika acara tersebut akan diputar beliau selalu berteriak memanggil saya
dari balik dinding kamar yang berbatasan langsung dengan ruang
keluarga. Beliau banyak bercerita mengenai putranya yang calon dokter
dan putra bungsunya yang waktu itu masih sekolah di SMP, juga
sekali-kali membicarakan suaminya yang lebih sering berada di tempat
istri mudanya.
Suatu
hari ketika saya, teman sekamar saya, dan ibu Noname berbincang-bincang
di halaman rumah, beliau memberi nasihat kepada kami.
“Kalian
sedikit banyak sudah tahu seperti apa kehidupan rumah tangga Ibu. Sulit
rasanya untuk melanjutkan hidup saat suami berpaling ke perempuan
lain.”
“Oh…eh…
Iya Bu. Tapi saya perhatikan Ibu sangat tabah menjalaninya. Bahkan
menurut saya ibu sangat berhasil sebagai ibu rumah tangga dan juga
sebagai guru”, saya mencoba mengutarakan pendapat saya terhadap beliau.
“Itu
tak lain karena ibu seorang guru, orang yang seharusnya digugu dan
ditiru. Ingatan akan hal tersebut yang menguatkan ibu untuk bertahan dan
menunjukkan pada suami dan istri mudanya bahwa ibu tak kan semudah itu
jatuh tenggelam dalam kesedihan dan kekecewaan.”
Saya dan teman sekamar saya hanya terdiam meresapi kata-kata beliau.
“Kalian
harus tahu bahwa seorang perempuan harus punya pendidikan yang tinggi
dan pekerjaan sendiri, agar saat menghadapi kenyataan hidup yang tidak
terbayangkan, contohnya kehidupan rumah tangga ibu, kalian bisa mandiri
dan tidak bergantung sepenuhnya pada suami. Karena kalian tidak pernah
tahu masa depan seperti apa yang akan kalian hadapi, karena itu teruslah
belajar dengan tekun dan semangat. Raihlah cita-cita kalian, apapun
itu. Jadilah perempuan yang kuat dan pantang menyerah.”
Pada
saat itu kami berdua manggut-manggut tanpa mengerti sepenuhnya terhadap
nasihat yang beliau sampaikan. Namun saya memahami nasihat beliau agar
saya rajin belajar dan kesadaran saya yang tergugah agar menjadi
perempuan yang mandiri dan kuat.
Kedua
hal tersebut yang menjadi bekal sepanjang perjalanan menuntut ilmu dan
ketika beberapa teman perempuan sejawat saya mengalami goncangan dalam
rumah tangganya saya selalu teringat nasihat tersebut namun dengan
penafsiran yang baru. Bukan pekerjaan atau gelar yang membuat mereka
kuat menghadapi kerikil-kerikil tajam dalam hidup berumahtangga, namun
pola pikir dan interaksi dengan teman atau sahabat di tempat kerja
membuat mereka lebih terbuka dan menggugah keinginan untuk berbagi dan
mencari solusi yang baik bagi permasalahan yang dihadapi.
Kini
ibu Noname telah pergi menghadap Rabb pemilik jiwa raganya, namun nama
beliau dan nasihat beliau akan selalu saya kenang. Selamat jalan ibu
Noname, ibu kostku ……. inspiratorku.
0 komentar:
Posting Komentar