BAB I
PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu tujuan pembelajaran matematika dalam Standar Isi Mata Pelajaran Matematika (Permendiknas No. 2 tahun 2006) adalah melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukkan kesamaan, perbedaan, konsisten dan inkonsisten. Terbentuknya kemampuan bernalar pada diri siswa tersebut tercermin melalui kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerja sama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.
Hasil studi menyebutkan bahwa meski adanya peningkatan mutu pendiidkan yang cukup menggembirakan, namun pembelajaran dan pemahaman siswa SMP pada beberapa materi pelajaran termasuk matematika menunjukkan hasil yang kurang memuaskan. Pembelajaran di SMP cenderung text book oriented dan kurnag terkait dengan kehidupan sehari-hari siswa. Pembelajaran konsep cenderung abstrak dan dengan metode ceramah sehingga konsep-konsep kurang bias atau sulit dipahami. Sementara itu kebanyakan guru dalam mengajar masih kurang memperhatikan kemampuan berpikir siswa, atau dengan kata lain tidak melakukan pembelajaran bermakna, metode yang digunakan kurang bervariasi, dan sebagainya. Akibatnya motivasi belajar siswa menjadi sulit ditumbuhkan dan pola belajar cenderung menghapal dan mekanistis (Direktorat PLP, 2000).
Mencermati hal tersebut, sudah saatnya untuk diadakan pembaharuan, inovasi ataupun gerakan perubahan mind set kearah pencapaian tujuan pendidikan. Pembelajaran matematika hendaknya lebih bervariasi baik metode maupun strateginya guna mengoptimalkan potensi siswa. Upaya-upaya guru dalam mengatur dan memberdayakan berbagai variabel pembelajaran, merupakan bagian penting dalam keberhasilan siswa mencapai tujuan yang direncanakan. Karena itu, pemilihan metode, strategi dan pendekatan dalam mendesain model pembelajaran guna mencapai iklim PAKEM (Pembelajaran Aktif Kreatif Menyenangkan) adalah tuntutan yang mesti diupayakan untuk dipenuhu oleh para guru.
Saat ini pembelajaran inovatif yang akan mampu membawa perubahan belajar siswa telah menjadi barang wajib bagi guru. Pembelajaran ,odel lama telah using karena dipandang hanya berkutat pada metode ceramah. Siswa sangat tidak nyaman dengan metode ceramah. Sebaliknya siswa akan nyaman dengan pembelajaran yang sesuai dengan pribadi dan potendi siswa saat ini.
Ada berbagai model pembelajaran yang dapat digunakan untuk membelajarkan siswa sesuai dengan cara dan gaya belajar mereka agar tujuan pembelajaran dapat dicapai dengan optimal. Dalam praktiknya guru harus ingat bahwa tidak ada model pembelajaran yang paling tepat untuk segala situasi dan kondisi. Oleh karena itu, dalam memilih lodel pembelajaran yang tepat haruslah memperhatikan kondisi sisiwa, sifat materi bahan ajar, fasilitas media yang tersedia, dan kondisi guru itu sendiri.
B. Media Pembelajaran Menggunakan VTR (Video Tape Recorder)
Dalam proses belajar mengajar guru mempunyai tugas untuk memilih model pembelajaran berikut media yang tepat sesuai dengan materi yang disampaikan demi tercapainya tujuan pembelajaran. Selain itu pemilihan media yang tepat juga sangat berperan dalam pembelajaran. Selama ini media pembelajarn yang banyak digunakan adalah alat peraga. Tetapi seiring dengan berkembangnya kemajuan teknologi, media pembelajaran dengan alat peraga tersebut kurang menarik perhatian dan minat siswa. Untuk itu diperlukan suatu media pembelajaran yang dapat lebih menarik perhatian dan minat siswa tanpa mengurangi fungsi media pembelajaran secara umum.
Pemilihan media pembelajaran menggunakan Video Tape Recorder (VTR) sebenarnya bukan merupakan hal yang baru. VTR masih tetap digunakan sampai saat ini karena VTR dapat digunakan di berbagai tempat baik di sekolah maupun di rumah, bahkan dapat disiarkan di TV dan internet. Kelebihan lainnya adalah VTR dapat diputar berulang kali sehingga informasi atau pengetahuan dapat dipahami secara lebih baik.
BAB II
TEORI BELAJAR MATEMATIKA INOVATIF
- Teori Belajar Matematika
Menurut J. Bruner dalam Hidayat (2004:8) belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru di luar informasi yang diberikan kepada dirinya. Pengetahuan perlu dipelajari dalam tahap-tahap tertentu agar pengetahuan itu dapat diinternalisasi dalam pikiran (struktur kogniotif) manusia yang mempelajarinya. Proses internalisasi akan terjadi secara sunguh-sungguh yang berarti proses belajar mengajar terjadi secara optimal jika pengetahuan itu dipelajari dalam tahap-tahap sebagai berikut:
- Tahap Enaktif
Suatu tahap pembelajaran dimana pengetahuan dipelajari secra aktif dengan menggunakan benda-benda atau situasi yang nyata.
- Tahap Ikonik
Suatu tahap pembelajaran dimana pengetahuan dipresentasikan (diwujudkan) dalam bentuk bayangan visual (visual imagery), gambar atau diagram yang menggambarkan kegiatan kongkrit atau situasi kongkrit yang terdapat pada taha enaktif.
- Tahap Simbolik
Suatu tahap pembelajaran dimana pengetahuan itu dipresentasikan dalam bentuk symbol-simbol abstrak, baik symbol-simbol verbal (misalkan huruf-huruf, kata-kata atau kalimat), lambang-lambang matematika maupun lambing-lambang abstrak lainnya (Hidayat, 2004:9).
Suatu proses belajar akan berlangsung secara optimal jika pembelajaran diawali dengan tahap enaktif, dan jika tahap belajar yang pertama ini dirasa cukup, siswa beralih ke tahap belajar yang kedua, yaitu tahap belajar dengan menggunakan modus presentasi ikonik. Selanjutnya kegiatan belajar dilanjutkan pada tahap ketiga yaitu tahap belajar dengan menggunakan modus presentasi simbolik.
- Aspek-aspek Pembelajaran Matematika Inovatif
Berikut ini akan disajikan tabel yang berisi aspek-aspek dalam suatu proses pembelajaran serta ciri-cirinya dalam pembelajaran tradisional dan pembelajaran inovatif.
Aspek-aspek | Pembelajaran Tradisional | Pembelajaran Inovatif |
Siswa |
|
|
Guru |
|
|
Metode Belajar |
|
|
LKS |
|
|
Alat Peraga |
|
|
Penilaian |
|
|
Silabus |
|
|
RPP |
|
|
Sumber Belajar |
|
|
ICT |
|
|
Tempat Belajar |
|
|
Beberapa model/pendekatan dalam pembelajaran matematika yang sesuai dengan cirri-ciri pembelajaran inovatif adalah:
- Pendekatan Kontekstual
- Pendekatan Kooperatif
- Pembelajaran Berbasis Permasalahan (Problem Based Learning)
- Pendekatan Open-Ended
- Pendekatan Matematika Realistik
- Pendekatan Keterampilan Proses
- Pendekatan Pemecahan Masalah
- Pendekatan Analogi
- Pendekatan Berbasis Kontruktivisme
- Pendekatan Pengajuan Masalah (Problem Posing)
- Dan sebagainya.
BAB III
REFLEKSI PEMBELAJARAN MATEMATIKA MENGGUNAKAN VTR
Deskripsi VTR 1, VTR 2, dan VTR 3
VTR 1. Devide.wmv
Judul : Pembagian
Jenjang : SD (Sekolah Dasar)
Setting Tempat : Ruang Kelas
Aktor : Ibu Guru
Isi VTR : Seorang guru wanita sedang menerangkan cara menyelesaikan soal pembagian dengan 3 cara, sebagai berikut:
VTR 2: (do you believe me.wmv)
Judul : Do You Believe Me (Percayakah Kau Padaku?)
Jenjang : SD (Sekolah Dasar)
Setting Tempat : Panggung (show stage)
Aktor : Siswa SD
Isi VTR :
Seorang siswa laki-laki sedang merefleksikan isi hatinya berupa pertanyaan "do you believe me?", seolah-olah ia mempertanyakan kepercayaan orang lain (teman-teman dan guru yang menontonnya).
Anak tersebut mengomentari respon yang diberikan penonton atas pertanyaanya dengan mengatakan bahwa ia dapat melakukan apapun yang dia mau karena ia mempunyai tangan, kaki, mata, hidung, telinga dan sebagainya yang telah ia punyai sejak lahir sebagai anugerah dari Tuhan. Dengan demikian ia tak perlu merasa ragu dan malu karena semua orang mempunyai kekurangan dan kelebihan.
Meskipun demikian ia mengakui bahwa setiap manusia membutuhkan suatu interaksi dengan orang lain untuk mencapai tujuan dalam hidupnya. Misalnya, seorang siswa memerlukan bantuan berupa bimbingan dan arahan seorang guru untuk dapat mempelajari sesuatu, meskipun siswa tersebut dapat belajar dari berbagai sumber lain, akan tetapi guru adalah sosok dan mitra belajar terbaik bagi seorang siswa.
Pada bagian akhir si anak tersebut menyatakan bahwa ia tak dapat melakukan apapun tanpa bimbingan guru dan teman-temannya. Kemudian ia mengucapkan rasa terima kasihnya yang tulus kepada guru dan teman-temannya atas kerja sama yang telah terjadi di antara mereka.
VTR 3: (vid_math Jepang.wmv)
Judul : The Area of Plane Figures
Jenjang : SD (Sekolah Dasar)
Setting Tempat : Ruang Kelas
Aktor : Siswa SD dan guru (Kazuya Saito)
Isi VTR :
- Guru mengajukan masalah sebagai berikut:
Dapatkah kamu menemukan luas daerah pada gambar berikut?
Terpikirkah olehmu bagaimana gambar tersebut dibuat?
- Siswa mulai melakukan refleksi berdasarkan pengetahuan dan pengalaman sebelumnya. Siswa merancang dengan menguraikan gambar ke dalam bentuk persegi, persegi panjang, segitiga, jajargenjang atau trapezium, sebagai upaya-upaya untuk menemukan luas daerah pada gambar.
- Siswa menyadari bahwa mereka mulai belajar enemukan cara mencari luas segitiga. Siswa mendiskusikan bagaimana carfa menguraikan gambar, kemudian mereka memisahkan gambar dalam tiga bagian sebagai berikut:
1. gambar dapat diuraikan menjadi beberapa segitiga dan sebuag persegi,
2. gambar dapat diuraikan menjadi beberapa segitiga,
3. gambar dapat diuraikan menjadi segitiga, jajargenjang atau trapesium.
- Siswa menemukan cara menentukan luas dari segitiga sebarang(tidak sama kaki).
Siswa mencoba menemukan luas segi empat menggunakan rumus luas segitiga.
Siswa akan mementukan luas segi empat yang ditanyakan.
- Siswa menggunakan jajargenjang untuk menemukan luasdua segiutiga kongruen dari segitiga-segitiga tersebut dangan garis diagonal-diagonal, kemudian siswa mencari pemecahan masalahnya.
- Siswa mencoba menemukan luas jajargenjang.
- Guru mendorong siswa untuk mempertimbangkan cara mencari luas dari luas belah ketupat dan trapesium.
- Pembelajaran Matematika Menggunakan VTR dan Kenyataan di Lapangan
Jika kita buat perbandingan dari ketiga video yang telah ditayangkan dengan kenyataan KBM (Kegiatan Belajar Mengajar) di lapangan, hasilnya adalah seperti pada tabel berikut :
Pembelajaran dalam VTR | Kenyataan di lapangan |
|
|
|
|
|
|
BAB IV
KESIMPULAN
Selama ini pembelajaran di kelas-kelas di Indonesia masih berpusat pada guru. Guru-guru di sekolah kebanyakan merasa cukup dengan ilmu yang telah dimilikinya sehingga ia tidak merasa perlu untuk menambah ilmu pengetahuan baik dari guru di sekolahnya maupun guru dari daerah lain yang berbeda kondisi dengan daerahnya. Di sisi lain guru tersebut juga tidak mau kegiatan mengajarnya diketahui atau ditonton oleh orang lain. Kenyataan ini membuat guru tak pernah mengupdate ilmunya.
Sebagai akibatnya tentu para siswa yang sangat dirugikan. Siswa tidak mendapatkan pelayanan yang maksimal dalam kegiatan pembelajaran dari para gurunya. Mereka disuguhi cara mengajar yang monoton dari hari ke hari sehingga membuat segala potensi siswa tak tergali, malah makin tenggelam ke dalam wawasan sempit guru-gurunya.
Seharusnya setiap aktivitas pembelajaran di suatu sekolah atau daerah perlu disosialisasikan ke daerah lain agar lebih banyak guru yang dapat mengambil pelajaran berharga darinya. Salah satu caranya adalah dengan melakukan pembelajaran menggunakan VTR.
VTR (Video Tape Recorder) merupakan salah satu model pembelajaran dapat meningkatkan kemampuan guru. Pembelajaran matematika melalui VTR memerlukan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran), LKS (Lembar Kerja Siswa), kompetensi guru, kesiapan siswa, sarana dan prasarana pendidikan, metode pembelajaran, alokasi waktu, jumlah siswa, serta biaya. Dengan demikian guru dituntut untuk berimprovisasi menggunakan kompetensi baik dalam melakukan pembelajaran maupun dalam menyampaikan materi pembelajaran. Artinya guru harus mampu mempersiapkan rancangan kegiatan pembelajaran berupa RPP dan mampu membuat LKS yang sesuai.
Akan tetapi, penggunaan VTR sebagai model pembelajaran menemui kendala dan keterbatasan sebagai berikut: siswa yang tidak siap mengungkapkan ide, membutuhkan alokasi waktu yang lama, keterbatasan fasilitas pembelajaran (misalkan: ruang multi media yang dilengkapi dengan computer, TV, slide proyektor, dll), dan jumlah siswa di kelas yang terlalu banyak sekitar lebih dari 40 siswa per kelas.
Tentu saja kendala-kendala tersebut tidak boleh dijadikan alasan untuk tetap menggunakan paradigma pembelajaran tradisional. Harapan kita agar terjalinnya dukungan dari berbagai pihak baik guru, orang tua murid, masyarakat, dan terutama pemerintah dalam mengatasi kendala-kendala yang ada.
REFERENSI
BSNP. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendikan. Jakarta: BSNP.
CREAR, 2000, VTR of Lesson Study: Teacher: SAITO, Kazuya; School: Ookayama Elementary School, Yokohama City, Unit: The area of plane figures. Nichibun: Direct Network.
Hidayat. 2004. Diktat Kuliah Teori Pembelajaran Matematika. Semarang: FMIPA UNES.
Marsigit. 2006. Promoting Lesson Study as One of the Ways for Mathematics Teacher Professional Development in Indonesia: The Reflection on Japanese Good Practise of Mathematics Teaching Through VTR. Tsukuba: Tsukuba Journal of Educational Study in Mathematics, Vol.25.
You Tube. 2008. Divide.wmv.
____________ . Do you believe me.wmv.
Kelompok 3:
Dede Sudjadi, S.Pd.
Euis Kurniawati, S.Pd.
Imam Santoso, S.Pd.
Iwan Sumantri, S.Pd.
Sukandar, S.Pd.
2 komentar:
Deskripsi yang cermat dan bagus. Semoga semua dalam kesehatan. Termasuk Ibu Euis. Amien (Dosen: Dr. Marsigit)
Komentar Bapak membuat kami semua merasa bahwa usaha yang telah kami lakukan dihargai dan diperhatikan oleh Bapak. Terima kasih atas doanya, amiin. Semoga Bapak juga senantiasa diberi kesehatan oleh Allah SWT agar dapat terus berkarya, menyebarkan ide-ide yang mencerahkan bagi guru-guru matematika, mahasiswa, dan dunia pendidikan pada umumnya.
Posting Komentar